TANJAB BARAT, TJ — Punggung tangan kekuasaan ditampilkan telanjang oleh Senen, Ketua RT 13 Kelurahan Sriwijaya, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar). Tanpa etika, tanpa izin, dan tanpa rasa hormat terhadap hak milik, Senen secara brutal menyerobot lahan milik warganya sendiri. Aksi semena-mena ini mengubah lahan 10×25 meter menjadi arena konflik, di mana hak pribadi diinjak-injak demi ambisi menanam padi.
Kejutan pahit menyambut Eko, sang pemilik sah lahan. Rencana penyemprotan rutin mendadak dibatalkan oleh pemandangan yang mengiris hati: kebunnya telah dibabat habis dan disulap menjadi sawah dadakan.
“Kaget saja, kita ini rencana besok mau kita semprot tapi pas tadi ngecek kok sudah jadi kebun padi,” ujar Eko, tidak habis pikir dengan arogansi pejabat setingkat RT ini.
Tindakan Senen bukan sekadar “menumpang tanam,” melainkan perampasan yang disengaja. Tidak ada permisi, tidak ada negosiasi, yang ada hanyalah eksekusi sepihak.
Eko menegaskan kepemilikan tanahnya bukan barang rongsokan, melainkan aset sah dengan surat-surat yang jelas. “Tanah ini ada yang punya, kita ini tanah beli bukan minta dari langit. Tanah ini ada surat-suratnya bukan main turun begitu saja,” tegasnya, menyiratkan betapa tipisnya batas antara pejabat publik dan premanisme berkedok kepemimpinan.
Kerugian yang ditanggung Eko bukan hanya soal hilangnya lahan kosong. Ia kehilangan aset yang sengaja dibesarkan untuk masa depan: pohon kelapa dan kayu yang nilainya tak ternilai hanya demi digantikan oleh deretan tanaman padi milik Ketua RT.
“Kelapa ada beberapa pohon, terus kayu yang memang sengaja dibesarkan juga ditebang dan kini jadi lahan padi,” ungkap Eko penuh kekecewaan.
Ironi tertinggi terpampang jelas: sosok yang seharusnya menjadi teladan, simpul perdamaian, dan penjaga ketertiban di lingkungan masyarakat, justru menjadi biang keladi perseteruan dan pelanggar hukum paling mencolok.
Tindakan membabat habis tanaman warga dan menanam padi secara sepihak adalah upaya nyata dan tak terbantahkan untuk menguasai lahan secara ilegal, menunjukkan bahwa jabatan Ketua RT digunakan sebagai tameng untuk praktik perampasan tanah.Aksi ini menampar wajah keadilan dan mempertanyakan integritas kepemimpinan di tingkat akar rumput.